Melati dan Kalung untuk Sang Putri dimuat di Analisa Medan

Daftar Isi
File naskah ini sempat menghilang beberapa waktu yang lalu. Hiks! Sedih sekali rasanya, sahabat. Cernak ini adalah pembuka langkah saya di media massa. Aih, senangnya saat adinda Zakiyah Rizki Sihombing mengabari pemuatan cernak ini. Big hug, adik :)

Alhamdulillah, naskah ini saya temukan dalam keadaan sehat dalam leppy yang "sudah lama tertidur" FYI, naskah ini menghilang karena terhapus dari file keluar email saat kegiatan "bersih-bersih email" berlangsung.

Selamat membaca, sahabat.

Cerpen Anak Melati dan Kalung untuk Sang Putri

Melati dan Kalung untuk Sang Putri
Oleh: Karunia Sylviany Sambas

Minggu depan sekolah Melati akan mengadakan pentas seni untuk memeriahkan acara perpisahan murid-murid kelas VI. Kelas Melati ingin mempersembahkan sebuah drama pertunjukan. Drama ini berjudul “Putri Kerajaan Bunga”. Melati sangat senang. Ini pertama kalinya ia ikut dalam sebuah pertunjukan drama. Tapi dia juga sedih. Ia tak mempunyai cukup uang untuk membantu acara itu. Untungnya, ia memiliki teman yang baik.

“Nggak apa-apa kok Melati.” Teman-temannya mencoba menghibur.

Namun Melati tetap merasa tak enak hati. Tanpa disadari ia sering termenung di kamarnya. Perubahan sikap Melati ini diketahui oleh Bunda.

“Melati sayang, kok cemberut sih?” Bunda mengelus kepala putrinya. “Anak manis nggak boleh begitu. Kalau ada masalah, cerita sama Bunda ya.” Kata-kata Bunda berhasil membuat Melati tersenyum.

Sambil memilin ujung bajunya, Melati menyandarkan kepala di bahu Bunda.

“Bunda, besok kelas Melati mau ngadain pertunjukan drama. Judulnya “Putri Kerajaan Bunga”. Teman-teman Melati ikut nyumbang buat biaya perlengkapannya. Hmm ….” Melati tak melanjutkan kata-katanya. Ia memandang wajah Bunda dengan tatapan khawatir. Ia takut menyinggung perasaan Bunda.

Bunda mengerti perasaan Melati. Kios kue milik mereka sedang sepi pembeli. Hasil penjualan kue hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ayah Melati sudah meninggal ketika ia masih berusia lima tahun.

Tak lama Bunda tersenyum.

“Yuk, ikut Bunda!”

“Mau kemana, Bun?” Melati kebingungan. Bunda meraih tangannya dan langsung membawanya menuju taman di samping rumah.

“Bunda?” panggil Melati sekali lagi. Namun Bunda tidak menjawab. Ketika sampai di bangku taman, barulah Bunda menghentikan langkahnya.

“Melati duduk di sini dulu ya.” Bunda mengambil seutas tali yang ada di sudut taman. Kemudian Bunda berjongkok di bawah pohon melati dan sibuk memunguti bunga-bunga cantik itu.

Melati masih tampak kebingungan.

“Yuk, bantu Bunda.”

Walau belum mengerti, Melati ikut membantu Bunda. Setelah terkumpul kira-kira dua puluh kembang, Bunda mengajak Melati duduk kembali.

Jari-jari Bunda terlihat lincah merangkai bunga melati pada seutas tali itu. Tak lama ….

“Taraaa ….” Bunda tertawa riang. “Bagaimana? Cantik kan?”

Bola mata Melati tak mampu berkedip. Bunda merangkai bunga melati itu dan membuatnya tampak seperti gelang.

“Tapi kok ukurannya besar ya, Bun?”

Bunda menjawab dengan senyuman.

“Ini bukan gelang sayang, tapi ….” Bunda meletakkan lingkaran bunga itu di atas kepala putrinya.

“Ini adalah mahkota Putri Kerajaan Bunga. Kamu bisa memberikan sebagai penghias kepala sang putri.”

Wah! Melati benar-benar tak percaya. Akhirnya ia dapat mempersembahkan sesuatu untuk drama pertunjukan sekolahnya.

“Ternyata yang cantik-cantik nggak mesti mahal ya, Bun,” ucapnya riang. “Terima kasih Bunda.” Melati memeluk Bunda erat.
Karunia Sylviany Sambas
Karunia Sylviany Sambas Saya adalah seorang tenaga kesehatan yang suka menulis, membaca dan mempelajari hal-hal baru. Alamat surel: karuniasylvianysambas@gmail.com Selain di sini, saya juga menulis di Rekam Jejak Sang Pemimpi, Ketika Jejakku Menginspirasimu, Berlayar & Menambatkan Impian, Meniti Jembatan Impian, Jejak Inspirasi Sylviany, Cakrawala Baca Sylvia

Posting Komentar